Thursday 21 July 2011

HINDARI MENGGUNAKAN BENIH SAWIT PALSU

Melihat besarnya perbedaan tingkat produktivitas benih unggul dengan sawit maka setiap pekebun harus lebih cemat dalam membeli unggul bermutu. Dan tidak mudah membeli dari pihak ketiga yang tidak berhubungan dengan 8 sumber benih, hanya dengan klaim unggul.

Lebih baik bagi pekebun untuk menunggu, membayar lebih mahal untuk mendapatkan sumber benih unggul dari sumber benih, daripada memaksa membeli benih dari sumber-sumber yang tidak jelas hanya karena alasan murah dan stok tersedia.
Penggunaan benih sawit asalan yang tidak berasal dari sumber benih dipastikan akan merugikan petani. Hal ini sudah dibuktikan berbagai berita di media massa yang mengekspos kisah naas pekebun sawit yang mengalami kerugiaan besar akibat menggunakan benih palsu. Oleh sebab itu tidak ada alasan untuk mencoba membeli benih oplosan

Secara faktual dampak negatif dari penggunaan benih sawit asalan antara lain

Berbuah Lambat
Pohon kelapa sawit yang berasal dari kecambah yang tidak murni berbuah agak lambat (+ 48 bulan), sedangkan kelapa sawit unggul umumnya 36 bulan sudah berbuah. Bahkan di beberapa daerah, perkebunan sawit yang menggunakan benih asalan belum juga berbuah meskipun sudah ditanam lebih dari 6 tahun.

Produksi Rendah
Produksi TBS lebih rendah dari produksi normal, sebagai akibat terdapatnya pohon Dura 25 % dan Psifera 25%. Produktivitas TBS (Ton/Ha) kelapa sawit tidak murni di bawah normal (< 20 Ton TBS) dan cenderung terus menurun. Sedangkan pada benih unggul produksi puncak di atas 20 Ton TBS dan produksi tersebut dapat stabil selama +10 tahun.

Berat tandan kelapa sawit unggul 8 – 20 tahun antara 15-22,5 Kg dengan jumlah tandan 10-15 tandan/pohon/tahun.

Proses Pengolahan Tidak Efisien
Proses pengolahan TBS dari benih sawit tidak murni menjadi tidak efisien akibat dari tinginya presentase buah dalam cangkang tebal (Dura), sedangkan pabrik pengolahan didesign untuk kulit cangkang tipis (Tenera). Ketidakefisienan ini disebabkan oleh karena beragamnya jenis buah dengan ketebalan mesocarp yang berbeda.

Ketebalan cangkang yang berbeda mengakibatkan pemanasan biji tidak merata dan hasil proses bantingan (cracker) tidak sempurna, dan pemasanan kernel dengan cangkang juga tidak sempurna. Rendemen CPO rendah di bawah 20% karena tercampurnya dengan buah Dura yang rendemennya rendah, yaitu 18 – 19,5 %

Kerugian Finansial dan Ekonomi
Tentu karena tingkat produktivitas rendah maka jumlah penerimaan penanaman kelapa sawit akan rendah ditambah lagi dengan tidak efisiennya pengolahan di pabrik, maka harga TBS akan di bawah normal.

Hal ini juga mengakibatkan kerugian waktu akibat dari terdeteksinya tanaman yang berasal dari kelapa sawit tidak murni setelah memasuki masa berbuah, maka penanaman kelapa sawit akan kehilangan waktu untuk mengatinya dengan tanaman unggul. Dan kesemua ini akan berakhir pada kerugiaan investasi.

Selain itu gambaran lain yang nyata akibat menggunakan bibit asalan sebagai contohnya Petani sawit di Sumatera Utara boleh tersenyum pasalnya harga jual TBS bisa mencapai Rp.1.200,-. Hanya saja, sejumlah petani lainnya harus mengelus dada. Pasalnya keuntungan yang bisa diraih seharusnya lebih besar jika bibit yang ditanam bermutu.

Berdasarkan observasi Sawit Watch di wilayah Labuhan Batu, Tandan Buah Segar (TBS) petani dibeli dengan harga Rp. 1.200,- s.d Rp 1.400,- . Harga ini cukup menarik, pasalnya pembeli TBS di wilayah tersebut cukup banyak. Sehingga untuk mendapatkan sawit dari petani maka masing-masing pembeli menawarkan harga yang menarik.

Hanya saja petani tidak dapat memaksimalkan keuntungannya karena setahunnya produksi TBS petani di Labuhan Batu hanya 10 ton/ha/tahun, padahal tanaman sawit sudah ditanaman selama puluhan tahun. Padahal jika menggunakan benih bermutu petani dapat memperoleh produksi hingga 30 ton/ha/tahun.

Anggapkan potensi yang seharusnya bisa diraih petani adalah 20 ton/ha/tahun. Jika produksi petani rata-rata hanya 10 ton maka keuntungan yang hilang Rp 12,000,000,- setiap tahunnya. Atau kehilangan Rp. 1.000.000,- setiap bulannya.

Berdasarkan pengakuan beberapa petani kepada tim dari Sawit Watch, mereka mendapatkan benih asalan yang biasa disebut dengan “Mariles” atau “Marihat Lelesan”. Mereka dulunya mau membeli kecambah tersebut karena oleh si penjual disebutkan berasal dari Marihat atau Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Tapi jika melihat dari tingkat produksinya dipastikan benih tersebut bukan dari PPKS melainkan dikumpulkan dari kebun-kebun produksi.

Oleh sebab itu Sawit Watch, menegaskan bahwa salah satu faktor yang dapat mencuri kesejahteraan petani adalah penggunaan benih palsu. Pasalnya dengan menggunakan benih asalan maka setiap tahun akan ada jutaan rupiah yang raib setiap tahunnya ketika tanaman berproduksi.

Masih untung, kebun sawit petani di Labuhan Batu masih berproduksi. Petani di tempat lain ada yang lebih naas lagi, karena tanaman sawitnya tidak berbuah karena bibit yang digunakan asalan, dan petani benar-benar dirugikan”, ungkap salah satu anggota dari tim Sawit Watch.